Musim Maling




Di kos lagi ribut, sejak magrib tadi ada seorang pria berdiri di atas motor yang diparkir persis di depan halaman kos. Lelaki itu berpostur tinggi besar, dengan helm yang nggak dilepas dari kepalanya. Dia udah ada di halaman depan sekitar empat puluh menit, tapi nggak ngapa-ngapain. Anak-anak sekosan pun jadi bertanya-tanya.
“Itu tamunya siapa mbak?” tanya Ayu.
“Nggak tau tuh, aku nggak ada janji sama temen.”
Pikir gue, mungkin aja gue kenal. Jadi gue intip dari tempat jemuran. Dari atas terlihat seorang cowok lagi duduk standby di atas motornya. Suasana di luar sepi, nggak orang sliwar-sliwer, nggak ada yang nongkrong, nggak ada siapapun, hanya ada cowok misterius itu. Gue balik lagi ke dalem buat nanya ke anak yang lain.
“Dah, ada cowok di luar, itu yang pedekate-in kamu bukan?”
“Gue baru aja dari luar, bukan.”
“Atau yang nagih utang ke kamu mungkin?”
Gue: *dilemparin isi kakus sama Dalia. Jelas aja, wong biasanya yang ngutang gue, jadi dia yang harusnya nagih, hihi.
Gue tanya lagi ke yang lain, “Anin, yang di luar itu temen kamu bukan?”
“Bukan Yas.”
Gua tanya ke adek kos, “Firda itu temen kamu bukan?”
“Nggak kenal mbak, aku nggak ada janji sama siapa-siapa.”
 “Rika, itu temen kamu?”
“Bukan mbak.”
Gara-gara gue tanya kesana-kemari mirip wartawan magang, anak-anak pun keluar kamar karena penasaran. Kami jadi antusias nyari tahu itu cowok sebenarnya siapa.
“Temen Indah bukan ya?” tanya Firda.
“Bukan Da, temenku baru aja pulang!” sahut Indah dari dalam kamar.
“Temennya Memey mungkin,” kata Anin.
Gue langsung ke kamar Memey buat nanyain, “Mey, yang di luar itu temen kamu bukan?”
“Nggak tahu aku,” katanya sambil sibuk benerin jilbab.
Komplit. Semua anak di kos udah ditanyain, tapi ternyata bukan tamu mereka. Lalu lelaki misterius itu siapa? Kami jadi panik. Kami semua kumpul di depan TV, sambil sesekali mengamati pergerakan cowok misterius itu. Siapa tau ada yang mencurigakan.
“Jangan-jangan tamunya tetangga depan?”
“Bukan, rumahnya tertutup kok.”
“Duh, tamunya siapa ya,” gue jadi gelisah. “Belum lama kemaren kan ada yang kehilangan motor. Rumahnya yang di bawah kosan kita itu loh.”
“Siapa? Bu RT?” tanya anak-anak.
“Bukan, bawahnya lagi. Pokoknya sekitar situ.”
“Ooh, iya, aku juga baru inget, kemarin tetangga kos sebelah juga kehilangan laptop sama HP,” tambah Dalia.
“Dah ... balikin Dah,” sahut gue seketika sambil melirik ke Dalia.
“Bukan gue pelakunyaaaa!!!”
Spontan gue dapet tembakan isi kakus lagi.
“Serius ya, hilangnya pas siang hari!” kata Dalia lagi.
“Jangan...jangan...” *anak-anak saling lirik
“Duh, gimana nih? Gimana ... gimana ... ?”
Seluruh makhluk penghuni kos jadi jumpalitan gara-gara panik. Masalahnya, mas itu tampilannya terlalu mencurigakan. Udah mirip komplotan pencuri yang dapet tugas khusus bawa lari malingnya kalo prosesi nyuri udah selesai.
“Ada motor yang diparkir di depan nggak?”
“Punyaku ... punyaku ...,” jawab mereka bersahutan. Sekonyong-konyong mereka mindahin motornya ke dalam, lalu menguncinya.
“Aduh aku takut ini mbak,” ujar Rika. “Jangan-jangan kosan kita mau dirampok.”
Mendengar ucapan Rika, semua jadi tambah panik. Kebiasaan kami nonton gosip sambil makan nasi kucing di pagi hari, membuat kami nggak tahu harus ngapain untuk antisipasi. Alhasil, semuanya cuma mondar-mandir di depan TV kayak orang kebelet tapi nggak bisa keluar. Indah yang tadinya anteng di dalam kamar pun, langsung keluar untuk meramaikan kepanikan.  Namun diantara kepanikan massal itu, Memey tetep anteng di dalam kamarnya.
“Mey, ada orang nggak dikenal di luar kos, kita harus ngapain?” tanya gue.
“Halah, paling orang kampung sini,” Memey masih asik benerin jilbabnya.
“Orang kampung sini ngapain parkir motor di depan kosan kita? Dari tadi pakai helm nggak dilepas lagi. Orang-orang nggak ada yang tau mukanya kayak gimana.”
“Oh, mungkin dia nggak tahu cara nglepasin helmnya.”
Gue skeptis dan diem-diem nyuruh malaikat buat nempeleng ubun-ubunnya.
“Nggak usah dipikir panjang, paling orang iseng,” tambahnya lagi.
“Lhoh, justru itu yang kita takutin Meeeeyyy!!!” gue gemes sendiri.
Cueknya itu loh, bikin yang denger pengen makan oseng-oseng badak. Di saat kami semua merasa panik, dia justru lempeng-lempeng aja gitu dan tetep fokus sama acara dandan-dandannya. Setelah benerin jilbab, Memey keluar kamar.
“Mau kemana Mey?” tanya Anin. “Di luar ada orang mencurigakan loh, ati-ati.”
“Mau keluar.” Anak organisasi satu ini sibuknya minta ampun deh, di saat orang-orang udah mau istirahat, dia masih aja berkutat dengan kegiatannya yang padat.
“Keluar kemana?” tanya gue. “Mending nanti aja deh, nunggu orang di luar itu pergi. Takut ada apa-apa. Lagian ini udah gelap.”
“Wah, nggak bisa, kasihan temenku udah nunggu dari tadi.”
“Ditunggu dimana?”
“Di luar,” jawabnya pendek.
Rasanya kayak waktu terhenti sejenak. Kami semua saling pandang. Tiba-tiba aja ada perasaan aneh yang merasuki hati kami.
“Temen kamu laki-laki, pake motor cowok?” Dalia memastikan.
“Iya. Kenapa emangnya?” jawab Memey innocent.
“AAARRGGHHHHH!!!” seisi kosan langsung menatap Memey dengan tatapan gemes campur murka. Oke, Mey, kula panjenengan cukup semanten. Rasanya tuh kayak pengen celupin dia ke bumbu rujak terus dikirim ke kepala suku buat persembahan. Sementara itu Memey masih bertahan dengan muka innocent-nya.
“Kamu nyadar nggak sih, dari tadi kita semua panik ngributin tamu misterius itu??!!! Kan aku juga udah nanya ke kamu, ‘itu temen kamu atau bukan’, terus kamu jawab ‘nggak tahu’. Kamu tau nggak perasaan kita gimana?” tanya gue nggak terima.
“Gimana?”
“Aaaaarrrghh!!!” *semuanya jeduk-jedukin kepala ke batu
***
Sumber gambar http://www.gentaandalas.com/hati-hati-dengan-berbagai-trik-maling-motor 




0 komentar:

Posting Komentar

Musim Maling