Don't Touch Me!




Hubungan gue sama Achi, ponakan gue yang senior, lumayan deket. Saking deketnya, setidaknya dia nabok gue tiga sampai lima kali dalam sehari, huaaa!! Emang risiko kali ya, jadi seorang tante, kalo ditabok ponakan nggak boleh bales, takut dia trauma. Tapi serius deh, dalam kasus ini justru gue yang ngerasain trauma, secara ya tabokannya tiap hari makin “berasa”. Jadi, sesekali (berkali-kali aslinya, haha), kalo gue nggak tahan sama tabokannya, gue bales gelitikin dia sampai diare, hahah! Tapi cara itu agaknya udah nggak begitu mempan, mungkin karena perutnya kapalan gara-gara keseringan gue gelitikin kali ya, jadinya dia kebal. So, gue memikirkan cara yang lebih halus dan gue melakukan pendekatan ini.
“Chi, kamu kan udah besar, udah akhil baligh. Jadi nggak boleh terlalu deket sama perempuan. Sama tante juga, latihan jaga jarak gitu, biar nanti kalo udah di luar rumah Achi udah terbiasa jaga jarak sama cewek.”
Achi diem, dengerin gue, sambil nundukin kepala. Hahahaaa, dalam hal ini, gue nggak tahan untuk memuji diri sendiri. Gue rasa dia mulai terperangkap dalam jebakan gue, horaaaiii!!
Gue lanjutin aja, ngompor-ngomporin dia. “Achi harus banyak bergaul sama temen cowok. Kalo bergaul sama temen yang cewek ya seperlunya aja.” Lalu gue tegasin lagi, “Intinya, Achi harus JAGA JARAK sama cewek.”
Dan dengan tampang yang sangat amat polos dia menjawab, “Iya ya Tante, kan najis.”
NAJIS, WHAAATT??!!! Sembarangan! Masak tante cantik begini dibilang najis? Ya udah, sono mandi pakai pasir! *lhoh?
Gue tau sih, maksud dia mau bilang “bukan muhrim”, tapi masak ketuker sama “najis”. Nyeseg, tapi memang dia terlalu polos, gue bisa apa?
***
Sumber gambar http://brucegerencser.net/2015/02/please-dont-touch/




0 komentar:

Posting Komentar

Don't Touch Me!