Leher Achi vs Leher Tante




Pengalaman ini terjadi waktu Achi masih berumur dua tahun dan Nabilla masih ngumpet rapet di dalam kandungan. Achi baru aja selesai mandi sore. Gue bantuin dia ngeringin air yang nempel di sekujur tubuhnya. Achi sewaktu masih kecil, bodinya monthok. Jangan porno dulu, bodinya itu mirip banget sama bintang iklan sabun bayi. Mungil-mungil bahenol gitu. Kalo diibaratkan sama makanan, Achi itu mirip sama ingkung ayam kalkun, kalo dilihat bawaanya pengen gigit trus dimakan pake sambel. Jelas, kondisi ini beda banget sama gue yang kurus tipis kayak wayang kulit, lekukannya penuh dengan tulang.
Nah, selepas mandi sore itu, Achi mandangin leher gue, lalu tangannya meraba-raba lehernya sendiri. Tatapannya polos tapi penuh rasa ingin tahu.
“Tante?”
“Iya?”
“Kok leher tante gitu?” sambil meraba-raba pangkal leher gue.
Perasaan gue mulai nggak enak nih, gue tahu di leher gue nggak ada dagingnya jadi dia terheran-heran begono. Tapi karena dia masih kecil, belum tau tendangan dari neraka itu apa, gue jadi menahan diri.
“Kenapa Chi?” tanya gue sambil menatap waspada.
Pertanyaan gue ditimpali dengan pertanyaan polosnya, “Kok leher tante bolong-bolong gitu, punyaku kok enggak tante?”
Yakdezz! Yakdezz! Yakdezz! Hati gue merasa tertonjok, tertohok, tersundul-sundul. Karena efek kurus, jadinya gue punya cekungan di pangkal leher dan Achi menyebutnya dengan istilah “bolong-bolong”.
Gue sungguh merasa tersinggung dan tersungging, pasalnya istilah itu ngetrennya di era 90-an, udah retro bin jadoel. Kan ada lagunya tuh, “mama bolong-bolong, papa bolong-bolong” – yang nyanyi Tina Toon. Pakai istilah yang keren dikit napa? Misal kayak, “leher tante nyeni, ada ukirannya”. Kalo nyebut gitu kan bangga, nanti tante bisa ikutan pameran kesenian tiap tahunnya.
Struktur dan penampakan leher gue, jika dibandingin sama punya dia ya jelas dia punya lebih banyak stok daging untuk nutupin tulang-belulang di lehernya, jadi kesannya kayak nggak ada cekungannya. Biar ponakan gue nggak tersesat terlalu jauh, gue pun langsung kasih pengajaran.
“Oke, Achi, sekarang perhatikan tante ya. Lihat dua foto ini,” ucap gue sambil nunjukin dua foto, yang di sebelah kiri adalah foto gue, satu lagi, di sebelah kanan, foto sundel bolong. “Kalau yang kiri ini, manusia, contohnya kayak tante ini. Kalau manusia itu kurus, pasti di pangkal lehernya ada cekungan. Nanti kalau Achi besar terus jadi kurus, Achi juga akan punya cekungan kayak punya tante. Nah, kalau di sebelah kanan ini, foto model papan atas majalah playboy di dunia hantu, nama artisnya tante sundel bolong. Di punggungnya tante sundel ini ada bolongan, ada lubang, sifatnya permanen. Tapi biarpun punggungnya berlubang, tante sundel ini nggak pernah masuk angin. Paham?”
Achi ngitungin burung unta yang muter-muter di kepalanya. Ya, biarpun Achi susah memahami apa yang gue ucapin. Gue tetep menaruh harapan besar ke dia. Gue sebenarnya jelasin itu semua buat jaga-jaga aja, siapa tau suatu hari dia bakal ketemu sama sundel bolong beneran. Gue takut kalo sundel bolong itu dianggapnya kayak tante sendiri, trus dia bilang, “Kok lubang di leher tante pindah ke punggung?” Huuuaaaaa, amit-amit!!!
“Tante?”
“Hmm?”
“Tante kenapa bisa kurus?” lagi-lagi Achi tanya dengan muka yang kelewat polos.
Emang kalau anak dalam masa pertumbuhan itu gini ya, dia berusaha mencerna banyak hal yang dia lihat. Kenapa orang bisa kurus, kenapa orang bisa gemuk, kenapa dia punya tante yang lehernya bolong? *Sigh
Sebenarnya gue kurus karena sifat genetik yang diturunkan babe gue. Jadi mau gue makan sehari sekarung juga nggak bakal bisa gemuk, paling mentok jadi buncit dan rakus. Tapi kan gue nggak mungkin jelasin soal genitas ke dia, nanti dia depresi gara-gara mikir berat. Jadi gue jelaskan hal yang simple aja.
“Karena tante makannya sedikit, makanya Achi makan yang banyak, yang teratur, yang bergizi, biar tetep sehat kayak gini,” kata gue sambil nyubitin pipinya. Pipi ponakan gue tu chubby, kanan sekilo, kiri sekilo. Kalo dicubit, yang kanan isi coklat, yang kiri isi kacang ijo. Jadi, tiga kali cubit udah bisa kenyang.
Achi mencerna kata-kata gue lumayan lama. Matanya kedap-kedip kayak pejabat lagi mikir negara. Lalu ia mengeluarkan pertanyaan lagi, “Jadi tante kurang makan?”
“Eeergh! Bukan kurang makan, tante hanya nggak mau makan banyak. Jadinya tante kurus.”
“Oooh... tante makan yang banyak dong, biar sehat.”
Bushet, gue mendapatkan kata-kata gue kembali, dari anak kecil lagi, uwawww!! *jitak! Sepertinya ini akan jadi hari yang berat buat gue. Gue harus melakukan sesuatu untuk menghentikan pembicaraan ini.
“Achi, habis ini ikut tante yuk,” ucap gue mengalihkan pembicaraan.
“Kemana te?”
“Nengokin spongebob, tante denger dia kena tipus gara-gara tiap hari syuting.”
*Achi kelap-kelip, memandang gue dengan penuh kehampaan.
***
Sumber gambar  https://gaijinexplorer.wordpress.com/2016/03/09/pulling-with-your-neck/




0 komentar:

Posting Komentar

Leher Achi vs Leher Tante