Miss Telatan



Waktu masih kuliah, gue pernah dinobatkan sebagai mahasiswa telatan yang konsisten. Entah mengapa, gue merasa nyaman aja dengan itu. Sikap konsisten yang gue punya tampaknya sudah melekat di segala sisi kehidupan gue, termasuk dalam hal telat kuliah. Gue selalu telat lima belas menit di setiap mata kuliah yang gue ikutin.
Pernah suatu semester, gue dihadapkan dengan mata kuliah yang diampu oleh seorang dosen killer. Sebenarnya beliau nggak sekeji itu sih, tapi kedisiplinannya yang nggak pandang bulu ketek itu bikin anak-anak mengkeret kalau berhadapan dengan beliau. Bahkan mahasiswa yang biasanya nakal pun bisa lunak kalau mengikuti kuliah itu.
Sejak awal pertemuan, Pak Dosen sudah mengadakan kontrak kuliah kalau mahasiswa tidak boleh telat sedetik pun. Mahasiswa dilarang keras masuk kelas jika dosen sudah berada di dalam. Di sini lah gue mulai keteteran. Meski jarak kosan gue cuma sejengkal kaki dinosaurus dari kampus, tetep aja kebiasaan telat gue susah untuk diubah, karena sudah terlalu mendarah daging.
Di beberapa pertemuan, gue beruntung. Jadwal yang padat tampaknya membuat Pak Dosen sering datang terlambat, maklum profesor satu ini memang punya jam terbang yang tinggi dan rumit. Hal ini menguntungkan gue, setiap ada mata kuliah beliau gue nggak pernah telat karena dosennya lebih telat dari gue. Tapi ini tak bertahan lama, di suatu pertemuan, gue telat juga, karena pak dosen datang tepat pada waktunya.
Menyadari kalau gue bakal dikeluarin dari kelas kalau memaksa masuk, gue milih untuk bolos sekalian. Gue nangkring di kosan, nonton film sambil makan cemilan biar gemuk. Gue sendiri sebenarnya juga sibuk, deadline nonton film bertubi-tubi. Mumpung bolos, jadi ya gue memanfaatkan waktu untuk mengejar deadline yang udah gue susun. Gue sepenuhnya sudah memperhitungkan kalau sikap gue ini salah. Tapi gue lupa memperhitungkan seandainya di pertemuan berikutnya gue diminta bertanggung jawab.
Ternyata benar, di pertemuan selanjutnya, Pak Dosen perfectionist menginterogasi mahasiswa yang nggak masuk sebelumnya. Kabar baiknya, pelakunya nggak hanya gue. Ada beberapa temen yang milih nggak masuk daripada didepak dari kelas. Wajar sih, kami kan belajar dari pengalaman, temen kami ada yang pernah diminta keluar meski udah mohon-mohon mengikuti kelas, padahal telatnya hanya sebentar. Mengetahui hal itu, mahasiswa mana pun juga pasti milih buat bolos daripada masuk kelas *victim view.
Melihat fakta semakin banyak mahasiswa yang bolos di mata kuliah tersebut, Pak Dosen nggak kehabisan akal untuk mendisiplinkan mahasiswanya lagi. Di pertemuan-pertemuan sebelumnya mahasiswa yang tidak masuk diabaikan alias tidak diproses, kini berbeda kondisinya, setiap ada mahasiswa yang tidak masuk akan diinterogasi di pertemuan berikutnya. Itulah yang terjadi pada kami.
“Andi, kenapa minggu kemarin kamu tidak masuk?” tanya Dosen salah satu temen gue.
“Maaf Pak, saya ketiduran.”
“Ketiduran? Kenapa bisa ketiduran? Kamu tidak tahu kalau hari itu ada jadwal kuliah?”
“Maaf Pak, saya kecapekan.”
“Jadi kamu ketiduran atau kecapekan? Jawab yang bener!”
Andi hanya diam. Waktu itu nggak hanya Andi doang yang bingung sama kata-kata Pak Dosen barusan, tapi kami sekelas juga ngerasa gitu.
“Saya yakin jadwal saya lebih padat dari kamu. Saya yang sibuk saja bisa menyempatkan diri untuk mengajar, masak kamu yang punya kewajiban belajar malah tidak hadir. Itu artinya kamu tidak menghargai kehadiran saya,” ujar Pak Dosen lagi.
Andi makin diem nggak berkutik. Kayaknya kalau sekadar kata maaf memang nggak ngefek untuk dosen satu ini. Beliau memang dikenal sebagai dosen yang disegani, jadi kata-katanya yang sedikit itu rasanya sudah begitu dalam. Jadi mahasiswa banyak yang nggak berani aneh-aneh kalau berhadapan sama beliau.
“Tessa, kamu kenapa tidak masuk juga?” tanya dosen ke temen gue yang lain.
“Saya jagain ibu Pak, ibu saya sakit.”
Dosen langsung maklum. Lalu beliau kembali menginterogasi temen-temen gue yang lain. Ada yang beralasan ketinggalan bus, ada yang alasannya sakit, ada yang bilang ada kepentingan. Pokoknya untuk alasan-alasan yang tidak urgent dimata beliau pasti bakal dikenai wejangan yang jleb jleb jleb.
Gue mulai panik, karena Dosen mulai nanya ke gue.
“Tias, kamu kenapa di pertemuan sebelumnya nggak masuk?”
Gue terdiam sejenak, mikir dalam-dalam tentang apa yang akan gue omongin.
“Ehm..Sa..ya...lupa...jadwal...Pak,” jawab gue sambil nunjukin muka polos.
“He?”
Pak Dosen speechles, melihat gue dengan muka serba salah, mau marah nggak bisa, mau didiemin juga keterlaluan. Sementara gue senyum-senyum tipis ke pak dosen ngerasa berdosa sekaligus seneng. Tapi pada akhirnya, pak dosen tertawa juga sambil menghela nafas.
Temen-temen gue yang dari tadi memperhatikan ikutan ketawa tapi ditahan. Satu hal yang pasti, ngeles gue waktu itu udah berhasil bikin gue tetap bertahan di kuliah pak dosen sampai di pertemuan berikutnya. Thanks God.
Sejak saat itu, gue nggak pernah telat lagi karena Pak Dosen jadi jarang masuk kelas dan lebih sering memberikan tugas. Tampaknya seiring bertambahnya usia beliau, pekerjaan beliau juga semakin bertambah banyak. Atau mungkin beliau shock dan putus asa karena punya mahasiswa macam gue. Tapi nggak masalah, baik Pak Dosen maupun gue, semua bisa mengambil hikmahnya.




0 komentar:

Posting Komentar

Miss Telatan