POTONG RAMBUT





Jamannya Achi masih kecil, ia selalu nangis kalau mau diajakin potong rambut. Alasannya nggak jelas, jadi gue kepo banget. Soalnya aneh aja gitu, apa sih yang ditakutin dari potong rambut?
Gue nanya, “Achi kenapa sih nggak mau potong rambut? Nanti rambutnya gondrong loh, kayak orang gila yang suka tidur di kuburan depan rumah.”
“Emang orang gila rambutnya gondrong Te?”
“Heee, bukan gitu. Kalo Achi nggak mau potong rambut nanti gondrong. Trus kalo orang gila yang suka tidur di kuburan depan rumah ketemu kamu, nanti dikira kamu temennya. Emang Achi mau temenan sama orang gila?”
Tadinya sih gue nggak mau bilang gitu, tapi sengaja aja gue hiperbola biar dia mau potong rambut. Mendengar penjelasan gue barusan, Achi langsung cemberut, bibir bawah manyun 5 cm, mata memerah, pasang kuda-kuda siap nangis.
Oke, mungkin seharusnya gue nggak nakut-nakutin dia. Gue tanya lagi, “Tukang cukurnya galak?”
Achi diem aja, sedikitpun tak menggonggong ataupun menggigit.
“Atau jangan-jangan Achi cukur rambut dapet bonus cukur bulu ketek ya?” tambah gue lagi.
“Bulu ketek itu apa Tante?”
Hmmmm, salah ngomong gue. Ponakan gue kan belum akhil baligh, jadi belum mengenal bulu-bulu istimewa semacam itu. Tapi biar dia mengenal ilmu perbuluan, gue akhirnya memberi penjelasan ke dia.
“Bulu ketek itu, bulu yang tetap tumbuh meskipun dalam keadaan terjepit.”
Achi mandangin gue dengan tatapan bingung – sebenarnya gue yang bingung mengartikan tatapannya. Sesaat suasana hening, jadi gue langsung mengalihkan pembicaraan, kembali ke topik potong rambut.
“Achi kenapa sih nggak mau potong? Kan tinggal duduk, diem, tau-tau rambut udah ilang aja. Gampang kan?”
“Sakit Tante....”
“Sakit??” otak gue berpikir keras, ting... ting... ting... “Emang nyukurnya pakai gergaji mesin?”
“Iya.”
“Ngaco! Mana ada orang motong rambut pake gergaji mesin!”
Mata Achi memerah lagi, mau nangis. Gue jadi bingung, ini dia takut potong rambut apa takut sama gue sih.
“Ya, kalau misal sakit beneran, nanti Achi minta bius aja sebelum potong rambut,” tambah gue. Achi nggak ngerespon. “Emang gergajinya segedhe apa Chi?”
“Segedhe tanganku Te....”
Gue nyengir. Yaelah, dasar tinky winky, mana ada gergaji mesin segedhe tangan anak balita, itu mah pencukur rambut biasa. Jadi ternyata selama ini alat cukurnya yang bikin Achi merinding. Ponakan gue kan selalu dicukur pelontos kayak tentara. Tau sendiri kan alat cukurnya bunyinya “ngeeeeng” mirip gergaji mesin. Bunyinya itu yang bikin dia berfikir kalo cukur rambut itu sakit. Nah, sebagai tante yang peduli, gue mencoba buktiin ke ponakan kalau potong rambut itu nggak ada rasanya. Ya, kecuali rasa malu kalo potongannya nggak cocok.
Gue ambil gunting di kamar. “Chi, ayo sini ikut tante.” Lalu gue pergi ke halaman belakang yang sepi orang dan Achi ngikutin.
“Coba lihat tante,” gue ambil tiga helai rambut gue sendiri, lalu memotongnya dengan gunting. Cekrik... gue potong rambutnya. “Tuh... kan... tante nggak sakit.”
Melihat pengorbanan tiga helai itu, Achi kayaknya masih nggak percaya, bukan karena praktek gunting-menggunting barusan tidak meyakinkan tapi karena gue keseringan ngibulin dia.
“Tante potong lagi deh,” gue ambil beberapa rambut lagi buat dipotong. “Tuh liat, tante gapapa kan. Beneran ini nggak sakit. Achi coba deh.”
Achi pasang muka pasrah, ketika beberapa helai rambutnya gue genggam dengan setengah maksa.  Gue mulai memotong rambutnya... cekrik... cekrik... cekrik...
“Sakit nggak?”
Achi senyum-senyum malu sambil gelengin kepala. Yeeeiiy!! Berhasil! Berhasil! *jingkrak-jingkrak kayak Dora
Esok harinya, gue kaget bukan kepalang mendapati kepala Achi udah pitak sebagian. Usut punya usut, ternyata dia melakukan potong rambut secara ilegal, tanpa mengantongi ijin resmi dari siapapun.
Spontan, emaknya kasih ultimatum ke gue supaya nggak ngajarin yang aneh-aneh lagi. Hari itu juga Achi dibawa ke tukang cukur. Sepulang dari tukang cukur, gue lihat kepala Achi udah kembali gundul, matanya juga merah membengkak abis nangis. Dia teriak-teriak, “Sakiiiit buk... sakiiiiiit...,” sambil megangin kepalanya.
Tapi waktu gue lihat nggak ada yang lecet, kepala masih utuh, nggak ada bekas luka sedikit pun. Wah, jangan-jangan ini yang sakit hatinya, nggak ikhlas kalo rambutnya dipotong. Aduuuh, cup... cup... cup nanti tante tempelin kulit durian deh, di kepala kamu, jadi biarpun botak, tetep ada jeprak-jepraknya.
*** 
Sumber gambar http://www.aliexpress.com/store/product/free-shipping-purple-PRO-electric-silent-hair-clipper-with-power-cord-cable-hairdresser-barber-s-tools/409498_551287916.html




0 komentar:

Posting Komentar

POTONG RAMBUT