KASIH IBU KEPADA BETA




Dari siang si anak teripang konser terus. Kasih Ibu kepada beta... tak terhingga nananana.... Dari siang sampe adzan isya’ liriknya begitu terus nggak berubah. Karena gemes, akhirnya gue nyanyi duet sama dia sambil benerin liriknya.
“Gini loh dek. Kasih i?”
Nabilla ngelanjutin, “Bu.”
“Kepada be?”
“Ta.”
“Tak terhing?”
“Ga.”
“Sepanjang ma?”
“Na.”
“Masa! Sepanjang masa,” gue protes. Kalau liriknya diganti “kasih ibu sepanjang mana” nanti lagu ini nggak masuk pelajaran seni musik tapi Matematika.
Nabilla akhirnya ngikutin, “Sepanjang masa.”
“Betul.” Gue lanjutin, “Hanya membe?”
“Ri.”
“Tak harap?”
“Membeli.”
Gue protes lagi. “Kembali! Tak harap kembali!” Efek keseringan ikut emaknya ke pasar kali ya, jadi bawaannya nyanyi mars jual beli terus.
Nabilla benerin liriknya, “Tak harap kembali.”
“Bagai sang?”
“Kuni.”
Tuh, kan, lagi-lagi. Emangnya adek punya emak nenek sihir ya? Kebanyakan nonton Mahabarata nih. Masak ibunya dibilang sengkuni, jihit bingit dong? Lagian tuh ye, sengkuni itu laki-laki. Kalo nggak percaya coba aja tanya guru TK-nya.
Lagi-lagi gue benerin liriknya, “ Yang bener ‘Sang surya’. Sang surya itu matahari dek.”
“Sang surya kok jadi matahari kenapa tante?” tanya anak teripang dengan polosnya.
“Bukan jadi matahari, sang surya itu sama kayak matahari. Jadi kasih ibu itu menyinari kayak matahari.”
Nabilla manggut-manggut. “Oooh... Berarti kalau siang panas dong te?”
“Hahahaaa!” gue ketawa ngakak. Cerdas. Ini kalo gue jawab serius, nanti yang panas bukan matahari lagi, tapi kepala gue. “Ayo lanjut, bagai sang surya menyinari?”
“Dunia.”
“Yeeeeiiyy! Akhirnya selesai,” gue tepuk tangan. “Udah dilanjut besok lagi aja.”
“He’emh,” Nabilla manggut-manggut. “Besok lagi ya te?” Nabilla menjauh sambil nyanyi, “Kasih ibu, kepada beta...tak terhingga, sepanjang mana?”
Astaga, itu lirik baru gue benerin, kok dia udah tersesat lagi. *ngelus dada ayam
***
Sumber gambar: http://lasoanto.deviantart.com/art/Kasih-Ibu-kepada-Beta-190427270 




0 komentar:

Posting Komentar

KASIH IBU KEPADA BETA